Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

5 Opsi Mengapa Kita Harus Lebih Peduli dengan Kebanggaan

08 July 2022 | Friday, July 08, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-07-08T08:49:28Z

5 Opsi Mengapa Kita Harus Lebih Peduli dengan Kebanggaan

Tahukah kita tentang kebanggan? Berikut 5 opsi tentang Mengapa Kita Harus Lebih Pedulidengan Kebanggaan :

 

1. Kesombongan Merupakan Pangkal Kejahatan.

 

Dalam komentarnya tentang Alkitab, John Calvin dengan pas pernah mengaitkan komentar Agustinus yang yakin," kalau kesombongan merupakan dini dari seluruh kejahatan, serta kalau oleh kesombongan umat manusia dihancurkan." Ia menjelaskan bahwa kalau ketidaktaatan serta pengabaian terhadap Firman Tuhan berasal dari“ kepalsuan Setan.” Dampaknya, penghinaan terhadap Firman membatasi manusia buat membiarkan Tuhan memanifestasikan diri- Nya. Sebab itu, Adam dalam kesalahannya sebab dosa berupaya bersembunyi dari Allah. Dengan bangga, ia merasa kalau keahlian serta kecerdasannya sendiri buat menutupi dosanya serta menghilang hendak melindunginya dari Tuhan.

 

Lebih lanjut, Calvin mencatat kalau“ keagungan- Nya tidak dipertahankan, penyembahan- Nya pula tidak senantiasa nyaman di antara kita lebih lama daripada dikala kita menaati firman- Nya.” Iman serta ketaatan menghubungkan kita dengan Tuhan, namun ketidakpercayaan serta ketidaktaatan merupakan“ pangkal pembelotan.” Jadi, orang yang tidak taat tidak menghargai kuasa serta kedaulatan Tuhan saat ia berperan dengan mengabaikan Firman. Dampaknya, manusia mengaitkan keuntungan apa juga dengan promosi dirinya dalam kekuatan serta penalarannya sendiri. Spurgeon merumuskan kalau tekad serta kesombongan merupakan keagungan manusia di atas Tuhan. Kesombongan diri serta keangkuhan yang boleh menghiasi keahlian kita ialah upaya membandingkan manusia dengan Tuhan. Ini merupakan proklamasi ateistik instan".

 

2. Kebanggaan Menempatkan Diri Di Atas Orang Lain.

 

Kebanggaan pula bisa membual tentang posisi yang dicapai kepada mereka yang tidak bisa mengenali dengan status yang sama. Sebab itu, Daud menulis dalam Mazmur 10: 2 "Karena congkak orang fasik giat memburu orang yang tertindas; mereka terjebak dalam tipu daya yang mereka rancangkan". Mereka yang membanggakan kekayaan menempatkan diri mereka di atas mereka yang belum serta bisa jadi tidak hendak sempat menggapai keanggotaan dalam kelas keuangan yang sama. Ingat gimana perasaan Kamu saat orang sebelah ataupun rekan kerja membual tentang berapa banyak yang ia habiskan buat membeli mobil ataupun rumah baru? Manusia secara naluriah merenungkan apakah ia sendiri sanggup membeli semacam itu. Kadang- kadang kita apalagi hendak berangkat keluar serta melaksanakan pembelian yang sama ataupun apalagi lebih mahal cuma buat meyakinkan kalau kita mempunyai fasilitas serta kemampuan.

 

Calvin menulis,“ Sebab itu, biarlah tiap orang, yang mau hidup adil serta tidak bercacat dengan saudara- saudaranya, berhati-hatilah terhadap memanjakan ataupun mengambil kesenangan dalam memperlakukan orang lain dengan hina; serta perkenankan ia berupaya, di atas segalanya, buat melepaskan pikirannya dari penyakit kesombongan.” Perhatian besar harus diberikan untuk menghindari munculnya kesombongan. Kita semua bersalah karena mengambil asumsi "besok" dengan berjanji untuk "sampai jumpa besok" atau "Aku akan melakukannya besok". Janji-janji seperti itu sombong dengan mengasumsikan bahwa kita akan memiliki “hari esok” dan akan tetap memiliki kemampuan untuk melakukan apa yang kita janjikan “besok”.

Yakobus 4: 14, 15 memperingatkan kita kalau "sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu."

 

Kebanggaan membolehkan kita buat dengan berani melaporkan janji hari besok walaupun mengenali siapa yang betul- betul memegang hari besok.

 

3. Kebanggaan Ada dalam usaha Jahat.

 

Sederhananya, kita kerap menyangka kebanggaan dalam sinar yang positif, ialah kebanggaan di negeri kita, kebanggaan dalam keluarga kita. Perhatian ini diberikan buat menghubungkan tiap berkat kewarganegaraan ataupun silsilah dengan berkat Tuhan kita. Kita tidak melaksanakan apa juga buat hak kesulungan ataupun berkat darinya. Dalam Markus 7: 21- 23, Yesus menempatkan kesombongan dalam jenis yang sama dengan benak jahat, perzinahan, percabulan, pembunuhan, pencurian, kejahatan, serta kebodohan. Ia mengatakan,“ seluruh perihal jahat ini datang dari dalam serta menajiskan manusia.” Daud paham semacam yang ia tulis dalam Mazmur 5: 9 "TUHAN, tuntunlah aku dalam keadilan-Mu karena seteruku; ratakanlah jalan-Mu di depanku."

 

4. Kebanggaan itu Dunia.

 

“Kebanggaan hidup”, sama semacam“ kemauan daging” serta“ kemauan mata”,“ bukan dari Bapa, namun dari dunia.” Pasti saja, seluruh perihal yang kita banggakan kecuali Tuhan serta Juruselamat kita merupakan kesombongan daging serta puncak dari keduniawian. Ayub 14:4 menyatakan kalau tidak seseorang juga” bisa menghasilkan suatu yang tahir dari yang najis”. Bila seorang menyombongkan orientasi homoseksual, ia bangga hendak kemampuannya buat memilah kemauan ketertarikan raga walaupun aksi yang cocok itu berlawanan dengan Firman Tuhan. Demikian pula, bila kita membanggakan kesehatan kita serta kebaikan kanak- kanak kita dengan cuma menghubungkan hasilnya dengan makan sehat serta orang tua yang bekerja keras, kita sedang sombong dengan tidak membagikan pujian kepada Tuhan kita atas kesetiaan serta penyediaan-Nya. Terdapat banyak orang sehat yang wafat pada umur dini serta keluarga besar yang mempunyai kanak- kanak yang tidak patuh. Daging memiliki naluri alami untuk memancarkan kesombongan yang mandiri. Segala sesuatu yang belum dibersihkan dan dinyatakan benar dari kuasa pembersihan Yesus Kristus berasal dari hati dan isi perut manusia.

 

5. Kesombongan Menenangkan Diri adalah Pendapat Palsu.

 

Paulus dalam Roma 2: 28- 29 menegur orang- orang yang sombong jadi orang Yahudi. Ia menulis, 

"Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang dilangsungkan secara lahiriah. Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah".

 

Dengan demikian, kita tidak bisa membanggakan suatu yang sekedar dimanifestasikan oleh proklamasi lahiriah. Pertimbangkan jawaban yang kita terima saat kita mengajukan persoalan, “Apakah Kamu diselamatkan?” Banyak, bila tidak sebagian besar, hendak mengatakan keanggotaan gereja, gelar yang dipegang di dalam gereja, ataupun ikatan dengan seseorang pendeta sebab kehadirannya yang setia. Sementara setiap yang luar biasa, tidak ada yang menanggapi persoalan tentang keselamatan. Dengan demikian, orang tersebut menenangkan jiwanya dengan statment sombong tentang apa yang merupakan keselamatannya.

 

Ayat 29 "Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah".

Ini merupakan Jawaban atas keselamatan“ duniawi” bisa dengan gampang namun salah diobyektifkan serta diverifikasi oleh selembar kertas ataupun dengan kesaksian sesama manusia. Yesus Kristus senantiasa jadi jawaban. Ia merupakan sumber berkat kita serta satu-satunya cara untuk keselamatan serta kebenaran kita.

TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update