TUA6BSG5BUA5BUA5TfGpGpdoTd==
Light Dark
Kenaikan Yesus Mengatasi Batasan Budaya | Markus 16:14-20 | Masa Raya: Kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga

Kenaikan Yesus Mengatasi Batasan Budaya | Markus 16:14-20 | Masa Raya: Kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga

Kenaikan Yesus mengatasi batasan budaya, membawa Injil lintas suku dan bahasa. Refleksi Markus 16:14-20 di Masa Raya Kenaikan Tuhan.
Table of contents
×
Daftar Isi [Tampil]

Kenaikan Yesus Mengatasi Batasan Budaya | Markus 16:14-20 | Masa Raya: Kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga

Refleksi Minggu Penuh Syukur dalam Bingkai Budaya Etnis Flores

Bacaan: Markus 16:14–20 | Masa Raya: Kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga


Langit Terbuka di Atas Semua Budaya

Pena Rohani - Di tanah berbatu yang disirami mentari Flores, di mana doa mengalir lewat tarian adat dan syukur dituangkan dalam tuno manuk, ada kisah ilahi yang melintasi batas. Pagi ini, sebelum matahari naik sepenuhnya, kita membuka Markus 16:14–20, dan menyadari: kenaikan Yesus mengatasi batasan budaya.

Di tengah dunia yang masih sering memagari iman dengan tembok perbedaan adat dan bahasa, kisah Yesus yang naik ke surga bukan sekadar klimaks teologis, tapi juga deklarasi universal: kasih-Nya tidak mengenal sekat budaya. Dalam masa raya Kenaikan ini, kita diajak melihat bahwa Injil tak hanya diwartakan dalam bahasa Yunani atau Ibrani tapi juga dalam nyanyian mbate walu, dalam irama gendang Flores, dan dalam tutur syukur kepada Lera Wulan Tanah Ekan, Tuhan langit dan bumi.

Kenaikan: Ketika Surga Menyentuh Bumi 

Injil bagi yang Sulit Percaya

Yesus menampakkan diri kepada sebelas murid yang diliputi ketidakpercayaan (Markus 16:14). Seperti Tomas yang menuntut bukti, seperti Petrus yang mengingkari demikian pula banyak dari kita hari ini: ingin percaya, tapi hati masih diganduli keraguan. Maka Yesus tidak marah, tapi memberi mereka mandat ilahi:
“Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Itulah misi lintas batas. Misi yang tidak mengenal ras, kasta, atau kearifan lokal. Iman bukan hanya soal doktrin; iman adalah janji yang dikandung dan dilahirkan dalam tindakan. Ibarat ibu yang mengandung, kita pun mengandung janji Tuhan sebelum melihat hasilnya.

Ilustrasi: Janji Seperti Bayi dalam Kandungan

Kenaikan Yesus Mengatasi Batasan Budaya | Markus 16:14-20

Iman kepada janji Tuhan dapat diibaratkan seperti seorang ibu muda yang sedang mengandung. Saat itu, anaknya belum tampak oleh mata orang lain, bahkan belum bisa digendong atau diberi nama. Namun sang ibu percaya bahwa ada kehidupan yang sedang bertumbuh di dalam rahimnya. Ia menjaga pola makan, menghindari aktivitas berisiko, dan merawat tubuhnya demi sesuatu yang belum bisa dilihat secara nyata.

Begitu juga dengan iman. Berdasarkan Ibrani 11:1 “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” kita percaya pada janji Tuhan meski belum melihatnya secara fisik. Kita memperlakukan janji itu seperti kehidupan yang sedang tumbuh dengan harapan, kesiapan, dan tanggung jawab. Sama seperti ibu itu, kita pun perlu "mengandung" janji Tuhan, menjaganya dengan tindakan iman, dan menantikan waktunya untuk digenapi.

Budaya Adat Lamaholot: Benih Injil yang Sudah Ditabur

Sebelum gereja-gereja menjangkau pelosok Flores, orang Lamaholot telah mengenal Lera Wulan Tanah Ekan. Mereka hidup dengan kesadaran spiritual yang tinggi meyakini bahwa Tuhan melihat, Tuhan tahu, dan Tuhan adil. Mereka menggelar tuno manuk bukan untuk sekadar ritual adat, tapi sebagai wujud pemulihan relasi: dengan Tuhan, sesama, dan alam.

Inilah jembatan budaya yang Yesus kehendaki: Injil hadir bukan untuk meniadakan budaya, melainkan untuk menggenapinya. Kenaikan-Nya adalah seruan agar Injil turun dalam bahasa ibu setiap suku bukan hanya dalam liturgi formal, tapi dalam keseharian hidup.

Tanda-Tanda yang Menyertai Orang Percaya

Bahasa Baru dan Kuasa Penyembuhan

Yesus berjanji bahwa yang percaya akan mengalami tanda-tanda ajaib (Markus 16:17–18). Mereka akan mengusir setan, berbicara dalam bahasa-bahasa baru, memegang ular tanpa celaka, dan menyembuhkan orang sakit.

Ini bukan sekadar keajaiban dramatis. Ini adalah bukti bahwa Roh Kudus menembus batas bahasa dan budaya. Lihat saja Pentakosta Roh turun dan para rasul berbicara dalam berbagai bahasa. Di tengah dunia multibahasa seperti Flores, pesan ini relevan: Roh Kudus tidak pilih-pilih lidah.

Ilustrasi: Bahasa Roh dan Bahasa Adat

Pernahkah Anda melihat seorang nenek berdoa dalam bahasa daerahnya lalu dalam roh ia menyebut nama Yesus dengan air mata mengalir? Tak ada yang bisa menilai iman lewat logat. Tuhan tidak menuntut bahasa yang fasih, tapi hati yang berserah.

Perlindungan Tuhan di Tengah Bahaya

Kenaikan Yesus Mengatasi Batasan Budaya | Markus 16:14-20

Paulus digigit ular tapi tidak mati (Kisah 28). Banyak pelayan Tuhan melewati situasi ekstrem diracun, difitnah, diusir namun tetap bertahan. Ini bukan tentang keajaiban fisik semata, tapi tentang keberanian iman yang lahir dari pengertian: hidup kita di tangan Tuhan.

Tuhan Yesus tidak menjanjikan hidup tanpa tantangan, tapi keberanian untuk berjalan di atas bara dalam kuasa-Nya. Bahkan dalam budaya yang keras, dalam adat yang mungkin menolak Injil, Tuhan menyertai utusan-Nya.

Panggilan Misi: Pergi dan Menjangkau Semua Makhluk

Perintah Yesus di Markus 16:15: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” Ini bukan hanya untuk para penginjil profesional. Ini untuk setiap kita. Untuk anak muda yang bicara tentang Tuhan di kafe, untuk mama yang bersaksi di pasar, untuk kakek yang mendidik cucu dalam kebenaran. Budaya bukan penghalang. Justru budaya adalah ladang.

Ilustrasi Kekinian: Konten Injil di Media Sosial

Hari ini, anak muda Flores membuat konten TikTok bernuansa budaya, pakai lagu tradisional, tarian adat tapi juga menyisipkan ayat Alkitab. Injil bisa viral tanpa kehilangan makna. Injil bisa menari bersama gendang, bisa bersinar lewat kamera.

Kenaikan Yesus adalah dorongan: “Jangan diam. Bawa Aku ke segala penjuru, bahkan ke dunia digital.” Maka budaya bukan tembok tapi jendela!

Kasih yang Melampaui Adat

Yesus telah naik. Tapi kasih-Nya tidak naik lalu menghilang. Kasih itu turun ke dalam hati orang Flores, orang Kupang, orang Papua, orang Batak. Tak ada batasan suku yang bisa menahan Roh Kudus.

Kita diajak menjadi seperti Ananias yang diutus hanya untuk satu orang Saulus. Atau seperti Yesus yang menjumpai perempuan Samaria satu lawan satu. Injil menyentuh jiwa per jiwa, dan setiap jiwa berharga, tak peduli ia datang dengan sarung atau dasi.

Kesimpulan & Seruan Pengutusan

Kenaikan Yesus mengatasi batasan budaya.
Ia naik, tapi tidak menjauh. Ia justru memanggil setiap kita untuk turun ke bumi menjangkau hati, membangun jembatan, dan menabur Injil di ladang budaya.
Mari kita menjadi saksi Kristus di tanah kelahiran kita, dalam logat kita, dan dalam kearifan lokal yang Tuhan percayakan.

“Segala kuasa di surga dan di bumi telah diberikan kepada-Ku. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku...”

Penutup Puitis

Kenaikan Yesus Mengatasi Batasan Budaya | Markus 16:14-20

Langit boleh tinggi, tapi kasih-Nya menjangkau dasar laut Flores. Yesus boleh naik, tapi tugas-Nya tinggal di tangan kita. Mari jalan, mari cerita, mari tanam kasih di ladang budaya kita. Karena Injil bukan milik satu bangsa. Injil itu suara Tuhan dalam bahasa yang kita mengerti.

Tonton juga video Refleksinya : 


Sumber Nas: Markus 16:14-20;  writer: y.lomang,pengaj. editor: penaRadmin/pr

Shalom, semuanya, Salam Sejahtera. Terima Kasih telah membaca tulisan ini. Silahkan, temukan kami dan dapatkan informasi terubdate lainnya, cukup dengan Klik Mengikuti/follow kami di Google News DISINI. than's. God bless. 

© 2025 All Right Reserved - Designed by penarohani   

0Comments