Pendahuluan
Renungan Harian Kristen, Pena Rohani - Ibadah Pasutri Jadi Seperti Cinta Satu Malam - Ibadah Pasutri GMIT, sebuah momentum yang seharusnya menjadi berkat besar untuk setiap keluarga Kristen, kini semakin terasa seperti cinta satu malam. Di bulan Oktober yang dikenal sebagai Bulan Keluarga, gereja memusatkan perhatian pada perayaan yang seharusnya menguatkan ikatan antara suami dan istri, tetapi yang terjadi adalah kebalikannya. Ibadah Pasutri yang diadakan dengan niat suci, malah banyak meninggalkan kesan sementara, hanya seperti angin lalu dalam kehidupan pasangan suami istri. Begitu hadir, lalu hilang, tanpa memberikan dampak jangka panjang yang berarti. Adakah mungkin ibadah ini kehilangan maknanya? Atau apakah kita, sebagai jemaat, yang mulai melupakan esensinya?
Ketika gereja mengadakan Ibadah Pasutri, seharusnya itu menjadi momen yang penuh dengan harapan dan perubahan. Tapi kenyataannya, banyak suami dan istri yang merasa bahwa ibadah ini tidak lebih dari sekadar rutinitas tahunan. Setelah perayaan itu usai, kebersamaan yang terjalin dalam ibadah terasa semakin pudar. Keakraban yang dulu terjalin lewat doa bersama dan renungan Firman Tuhan, kini hanya tinggal kenangan.
Apa yang salah dengan Ibadah Pasutri GMIT? Apakah kita hanya melihatnya sebagai kewajiban gereja tanpa memaknai inti dari ibadah ini? Apakah kita hanya melaksanakan kewajiban dengan rutin, namun tanpa pernah merasakan dampak dari apa yang telah kita jalani bersama di hadapan Tuhan?
Ibadah Pasutri Sebuah Titik Awal yang Penuh Makna
Namun, Ibadah Pasutri bukan sekadar ritual tahunan. Itu adalah kesempatan emas bagi pasangan untuk lebih mengenal satu sama lain dalam terang Firman Tuhan. Dalam ibadah ini, suami dan istri seharusnya bisa merefleksikan hubungan mereka, memperbaiki kekurangan, dan merayakan kasih yang mereka miliki. Tapi sayangnya, banyak dari kita yang menganggapnya sebagai sesuatu yang selesai begitu kebaktian berakhir.
Kasian, Ibadah Pasutri Jadi Seperti Cinta Satu Malam
Bayangkan sejenak sebuah hubungan yang dimulai dengan penuh gairah, penuh pengharapan, dan penuh semangat. Namun setelah beberapa waktu berlalu, semuanya terasa datar, tidak ada lagi kehangatan, tidak ada lagi gairah, seakan-akan semuanya hanyalah kenangan semata. Itulah yang terjadi pada banyak pasangan setelah mengikuti Ibadah Pasutri GMIT. Ibadah yang seharusnya memberi semangat baru bagi kehidupan rumah tangga, malah sering kali menjadi rutinitas tanpa perubahan berarti. Kasihan, bukan?
Ibadah Pasutri seharusnya menjadi api yang terus menyala dalam hubungan pernikahan. Namun yang terjadi adalah, banyak yang merasakannya hanya sebagai sebuah ritual yang lewat begitu saja. Mereka datang, duduk, mengikuti kebaktian, lalu kembali pulang, dan seolah tidak ada yang berubah. Ibadah Pasutri yang dimaksudkan untuk memperbaharui komitmen dalam pernikahan, malah jadi sekadar "cinta satu malam" datang, memulai sesuatu, tetapi tidak pernah bertahan.
Mengapa Hal Ini Bisa Terjadi?
-
Kurangnya Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari
Setelah mengikuti Ibadah Pasutri, sering kali apa yang disampaikan selama kebaktian tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pesan tentang pentingnya saling mengasihi, saling menghormati, dan berbagi beban. Ketika suami dan istri kembali ke rumah mereka, mereka tetap terjebak dalam rutinitas yang lama, tidak ada perubahan signifikan dalam cara mereka berinteraksi.
-
Ibadah Pasutri sebagai Kewajiban Semata
Dalam beberapa kasus, Ibadah Pasutri dilihat sebagai kewajiban gereja yang harus dipenuhi, bukan sebagai kesempatan untuk memperdalam hubungan dengan pasangan. Ketika ibadah tersebut hanya dipandang sebagai kewajiban tahunan, maka dampaknya pun hanya sesaat. Tidak ada refleksi mendalam atau komitmen untuk terus membangun hubungan yang lebih kuat.
-
Banyak pasangan yang sibuk dengan pekerjaan, anak-anak, atau masalah pribadi, sehingga setelah ibadah pasutri selesai, mereka kembali tenggelam dalam rutinitas mereka yang padat. Ibadah Pasutri yang seharusnya menjadi titik awal untuk merenung dan bertumbuh, justru dilupakan begitu saja. Waktu yang terbatas untuk berdoa bersama dan memperhatikan kehidupan rohani keluarga jadi sulit dilakukan.
Menghidupkan Kembali Esensi Ibadah Pasutri
1. Menerapkan Pesan Ibadah dalam Kehidupan Sehari-hari
Setiap pasangan harus berusaha menerapkan pesan-pesan yang disampaikan dalam Ibadah Pasutri ke dalam kehidupan mereka sehari-hari. Ini bukan hanya soal menghadiri kebaktian, tetapi tentang membangun kebiasaan rohani bersama di rumah. Misalnya, berdoa bersama setiap pagi atau malam, membaca Alkitab bersama, dan saling mendukung dalam segala aspek kehidupan.
2. Menjadikan Ibadah Pasutri Sebagai Momentum untuk Refleksi Diri
Alih-alih hanya melihatnya sebagai acara rutin tahunan, pasangan suami-istri perlu menjadikan Ibadah Pasutri sebagai waktu untuk benar-benar merenung tentang keadaan hubungan mereka. Apakah mereka sudah saling mengasihi sebagaimana Kristus mengasihi gereja? Apakah mereka sudah saling mendukung dalam setiap aspek hidup?
3. Menjaga Kehangatan Komunikasi dan Kehidupan Rohani Bersama
Untuk menghidupkan kembali esensi Ibadah Pasutri, pasangan harus menjaga komunikasi yang hangat dan terbuka. Ibadah Pasutri bukan hanya saat untuk berkumpul di gereja, tetapi juga menjadi kesempatan untuk mendalami kehidupan rohani bersama-sama. Menyisihkan waktu untuk berbicara tentang Firman Tuhan, mengingatkan satu sama lain untuk berdoa, dan saling menguatkan dalam iman.
Penutup: Sebuah Pesan Pengutusan
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
"Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan."
Writer: penarohani. editor: penaRadmin/pr
Shalom, semuanya, Salam Sejahtera. Terima Kasih telah membaca tulisan ini. Silahkan, temukan kami dan dapatkan informasi terubdate lainnya, cukup dengan Klik Mengikuti/follow kami di Google News DISINI. than's. God bless.
© 2025 All Right Reserved - Designed by penarohani
0Comments