TUA6BSG5BUA5BUA5TfGpGpdoTd==
Light Dark
Paus Fransiskus Lebih dari Sekadar Pemimpin Agama?

Paus Fransiskus Lebih dari Sekadar Pemimpin Agama?

Ini berita dilangsir dari WCC, menggemparkan dunia: Paus Fransiskus Lebih dari Sekadar Pemimpin Agama?. Ok, Silahkan cek ulasan berikut
Table of contents
×
Daftar Isi [Tampil]
Paus Fransiskus Lebih dari Sekadar Pemimpin Agama?

Internasional, Pena Rohani
- Ada pagi-pagi yang membisikkan lebih dari sekadar berita. Ada nama yang mengudara bukan hanya sebagai gelar, tetapi sebagai gema hati yang menolak padam.
"Paus Fransiskus Lebih dari Sekadar Pemimpin Agama"—begitu kalimat itu menggema di antara langit biru Vatikan dan debur harapan dunia. Apakah ia sekadar sosok rohani? Ataukah lebih, jauh lebih?

Mari menelusuri warisan seorang pria yang menjadikan kasih sebagai baju jubahnya, dan dunia sebagai altar pelayanannya.


Siapa Paus Fransiskus dalam Renungan Dunia?

Sosok yang Meruntuhkan Dinding, Menjadi Jembatan

Di dunia yang makin terfragmentasi oleh batas agama, ras, status, dan pandangan, Paus Fransiskus muncul sebagai sosok yang tidak membangun menara, melainkan jembatan. Ia bukan hanya memimpin dari balik dinding Vatikan, tetapi melangkah keluar—menyeberangi batas-batas geografis maupun ideologis, demi menyapa siapa pun yang berdiri di pinggiran.

Paus Fransiskus Lebih dari Sekadar Pemimpin Agama?

Ketika banyak pemimpin memilih untuk menetapkan garis batas, Paus Fransiskus justru mengaburkan garis-garis itu dengan kasih dan dialog. Bukan dalam pengertian kompromi doktrinal, melainkan sebagai ekspresi terdalam dari Injil—bahwa Allah terlebih dahulu mengasihi semua orang, bahkan sebelum kita mampu membalas kasih itu.

Dalam kepemimpinannya, ia membuka pintu gereja bukan hanya secara simbolis, tetapi juga secara praktis. Ia menyapa dunia Muslim dalam pertemuan bersejarahnya dengan Ayatollah Ali al-Sistani di Irak; ia menandatangani Dokumen Persaudaraan Manusia bersama Imam Besar Al-Azhar—sebuah deklarasi yang menegaskan bahwa iman sejati tidak pernah melahirkan kekerasan, melainkan perdamaian.

Tak berhenti di situ, ekumenisme menjadi bagian tak terpisahkan dari napas pelayanannya. Ia berdiri bersama para pemimpin Gereja Ortodoks, Anglikan, dan Protestan bukan hanya dalam seremoni, tetapi juga dalam komitmen bersama akan rekonsiliasi dan keadilan. Dengan kehadirannya yang karismatik namun rendah hati, ia menegaskan bahwa persatuan tidak berarti seragam, dan keberagaman bukan ancaman bagi kebenaran.

Objektifnya, pendekatan Paus Fransiskus sering kali mendapat pujian dan tantangan dalam waktu yang sama. Ada yang menganggapnya terlalu progresif, ada pula yang melihatnya sebagai pembaharu Injil di era modern. Namun satu hal tak dapat disangkal: ia telah menjadikan gereja relevan kembali di tengah dunia yang sering kehilangan arah.

Ia tidak mewakili semua jawaban, tapi ia membuka ruang untuk pertanyaan yang jujur dan dialog yang tulus. Di tengah zaman ketika perpecahan menjadi semacam kebiasaan, Paus Fransiskus memilih menjadi jembatan—dan mengajak kita semua berjalan di atasnya.

Apa yang Membuatnya Istimewa?

Ketulusan yang Tak Dapat Dibantah

Kardinal Re mengungkapkan, ada ketulusan yang tidak bisa dimanipulasi dari cara Paus menyapa, menyimak, dan mencintai. Bahkan di penghujung hidupnya, saat tubuhnya melemah, semangatnya tetap menyala untuk memberkati dunia pada Minggu Paskah terakhirnya.

Tak heran jika sepanjang misa pemakaman, tepuk tangan menggema bukan sebagai formalitas, melainkan reaksi dari hati yang disentuh secara nyata.

Kapan Pelayanannya Menjadi Terang yang Menyinari Pinggiran Dunia?

Sejak Awal hingga Akhir, Ia Memihak Mereka yang Terlupakan

Mulai dari kunjungannya ke Pulau Lampedusa—gerbang para pengungsi, hingga ke kamp-kamp di Lesbos dan perbatasan Meksiko-Amerika, Paus Fransiskus tidak pernah memilih panggung megah untuk melayani. Ia memilih debu, luka, dan air mata manusia sebagai ladangnya.

Bagi umat Kristen yang mencari teladan pelayanan, ia menjadi refleksi nyata dari Yesus yang turun ke jalan-jalan kota dan desa—menyapa yang diabaikan, merangkul yang disingkirkan.

Di Mana Ia Meninggalkan Jejak Terindahnya?

Pada Hati Manusia dan Setiap Gerakan Dialog

Jejaknya bukan hanya pada dokumen, tetapi pada dialog antaragama yang dirajutnya dengan keberanian dan kasih. Dari Irak hingga Uni Emirat Arab, dari gereja ke masjid, dari altar ke jalanan—Paus Fransiskus membawa misi Injil sebagai benih perdamaian universal.

Ia tidak membawa pedang dogma, tapi hati yang memahami keberagaman sebagai bagian dari rencana kasih Allah.

Mengapa Dunia Menangis Namun Juga Bersyukur?

Karena Ia Adalah Suara Kenabian Zaman Ini

Paus Fransiskus Lebih dari Sekadar Pemimpin Agama?

Uskup Prof. Dr. Heinrich Bedford-Strohm menyebutnya "suara kenabian bagi zaman kita." Sementara Pendeta Dr. Jerry Pillay memandangnya sebagai "karunia luar biasa bagi gerakan ekumenis." Pelayanan Paus Fransiskus telah melampaui pagar denominasi dan benua—membangkitkan harapan bahwa persatuan dalam kasih lebih kuat dari segala perbedaan.

Ia bukan hanya imam bagi umat Katolik. Ia adalah pelita bagi siapa saja yang mencari terang dalam kemanusiaan.

Bagaimana Kita Melanjutkan Jejaknya?

Dari Basilika ke Jalan-Jalan Hidup Kita

Saat peti jenazahnya dibawa menuju Basilika St. Mary Major, mereka yang menyambut bukanlah pejabat tinggi—melainkan para tunawisma, migran, dan orang-orang yang selama ini terpinggirkan. Bukankah itu pengakuan tertinggi bagi seorang pelayan sejati?

Ia meminta makam yang sederhana, dari batu asal keluarga, namun warisannya—kemurahan hati, keberanian bersuara, dan cinta tanpa batas—akan tetap hidup dalam setiap orang yang mau menghidupi Injil dengan langkah nyata.

Warisan yang Bukan untuk Disimpan, Tapi Dilanjutkan

Paus Fransiskus lebih dari sekadar pemimpin agama. Ia adalah penyair kasih dalam dunia yang sering kehilangan nadanya. Ia menulis sajak Injil dengan tindakan, bukan sekadar kata.

Kini, saat hari kembali menyapa dan harapan menyeruak di balik awan, kita dipanggil untuk tidak hanya mengenang, tetapi meneruskan. Menjadi saksi, menjadi pelaku, menjadi murid yang hidup.

Jadilah terang. Rangkul mereka yang ditinggalkan. Bawa Injil ke jalanan, bukan hanya ke mimbar. 

“Apa yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Matius 25:40) - pr**

source: oikoumene.org (wcc/28/4/2025);  writer/editor: penaRadmin

© 2025 All Right Reserved - Designed by penarohani 

0Comments